Minggu, 28 November 2010

Sejarah Sunan Kali Jaga di Surowiti

I. Asal Usul
Ada pendapat bahwa sejarah tentang asal – usul Sunan Kali Jaga ada tiga versi  yaitu : Arab, China dan Jawa. Memang sejarah indonesia sebelum ada catatan belanda sangat tidak akurat, sulit dipercaya dan selalu ada banyak versi karena sejarah tersebut lebih banyak disampaikan dari mulut ke mulut.
Senada dengan hal itu sejarah Jawa yang tercatat dalam buku – buku Babat biasanya tercampur dengan dongeng dan mitos. Demikian pula tentang sejarah Sunan Kali Jaga, yang walaupun terjadi pada Abad ke-15 tidak disertai dengan keterangan tentang tahun, bulan, tanggal peristiwa.
Adanya beberapa versi tentang sejarah Sunan Kali Jaga tetapi kenyataannya yang banyak dikembangkan hanya versi jawa, sedangkan dua versi lainnya telah terjadi Distorsi tentang kisah anggota wali songo yang paling terkenal ini.
Menurut versi jawa , nenek moyang Sunan Kali Jaga dimulai dari Aryo Adikoro atau terkenal dengan nama Ronggo Lawe putra Aryo Wira Raja atau Banyak Wide putra Adipati ponorogo yang pada masa pemerintahan raja terakhir singosari Prabu Kertanegara.

Setelah Raden Wijaya dapat membangun kerajaan baru dengan nama Majapahit, Ronggo Lawe ditempatkan sebagai Menteri Luar Negeri dan sekaligus penguasa kota tuban. Pada waktu itu Tuban merupakan pelabuhan terbesar di Indonesia. Salah satu putra Ronggolawe  kemudian menjadi Adipati Tuban yaitu Haryo Tejo I ( Pemeluk Hindu ) selanjutnya secara turun temurun kedudukan Adipati Tuban dipegang oleh turunan tersebut yaitu Haryo Tejo II ( Pemeluk Hiondu ), Haryo Tejo III ( pemeluk Islam ) atau Raden Sahur yang bergelar Tumenggung Wilotikto yang beristri Retno Dumila. Kemudian berputra Raden Mas Sahid ( Sunan Kali Jaga ). Berdasarkan keterangan tersebut Sunan Kali Jaga diperkirakan lahir kisaran tahun 1400-an.
Sunan Kali Jaga beristri dua orang yang pertama Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan yang ke dua bernama Dewsi Sarokah atau Siti Zaenab binti Sunan Gunung Jati. Jadi istri Sunan Kali Jaga adalah saudara kandung Raden Paku ( Sunan Giri ). Dengan Dewi Saroh berputra tiga orang yaitu Raden Umar Sahid ( Sunan Muria ), Dewi Rukoyyah, dan Dewi Sufiah. Selanjutnya dengan Dewsi Sarokah lahir lima anak yaitu Kanjeng Ratu Pembnayun ( Istri Sultan Trenggono ), Nyai Ajeng Panenggak ( Istri kyai Pakar ), Sunan Hadi ( pengganti kedudukan Sunan Kali Jaga di Kadilangun ), Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.
Dalam keterangan lain Sunan Kali Jaga pernah Nikah dengan Siti Zaenab yaitu saudara Sunan Gunung Jati. Dari pernikahan ini lahir pangeran panggun atau Sunan Panggung ( Murid Syekh Siti Jenar ). Sunan Kali Jaga termasuk dianugerahi umur panjang oleh Allah S.W.T. karena diperkirakan Sunan Kali Jaga sudah pernah hidup pada Era Majapahit yang runtuh dari Gerindrawardhana tahun 1478, kemudian Era Demak tahun 1478-1546, Kasuhktanan pajang tahun 1560-1580 dan awal Mataram Islam. Kalau ditinjau dari perananya dalam pengangkatan panembahan Senopati menjadi Sultan di Mataram berarti usia Sunan Kali Jaga mencapai 140 tahun.
Tentang digunakannya nama Kali Jaga adalah dikaitkan dengan awal perjalanannya menjadi murid Sunan Bonang, yang kemudian mengantarkan Raden Mas Sahid menjadi wali yaitu selama beberapa tahun menjadi penjaga tongkat Sunan Bonang yang ditancapkan di tepi sungai/telaga di lereng Gunung Surowiti ( sekarang desa Surowiti Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik Jawa Timur ) yang kemudian di tempat itu meninggalkan sebuah patilasan. Karena pendangannya dalam menyebarkan Islam Sunan Kali Jaga di anggap sebagai Pemuka Wali yang di golongkan pada kelompok bersama Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Muria.
Di bidang seni dan budaya ilir-ilir dan Dandhang Gulo adalah beberapa diantara karyanya. Dalam bidang karya tulis yang di hasilkan oleh Sunan Kali Jaga adalah Kitab Serat Dewa Ruci dan Kitab Suluk Linglung. Diantara hasil karya tulis itu sebagian masyarakat khususnya yang tinggal di Gunung Sirowiti dan sekitarnya meyakini kebenarannya hingga kini telah tersimpan disana.

II. Masa Remaja ( Dewasa )
Pada waktu masih kecil Sunan Kali Jaga di kenal dengan nama Raden Mas Sahid. Nama itu diberikan oleh Sunan Ampel. Sedangkan nama sebelumnya adalah Raden Secoh. Keterangan ini nampaknya masukakal karena nenek moyang Sunan Kali Jaga sebagian besar menggunakan nama jawa. Adik Sunan Kali Jaga pun diberi nama jawa tulen yaitu dewi rosowulan, yang kelak menjadi istri seorang tokoh kejawen kpndang, putra seorang panglima tentara majapahit bernama empuh supogati atau bisa disebut empuh supo saja kemudian wafat dan dimakamkan di gunung Surowiti. Sampai saat ini keberadaan situs makam empuh supo juga diyakini kebenarannya oleh masyarakat gunung Surowiti dan sekitarnya.
Pada saat raden mas Sahid beranjak dewasa, dia mulai mengenang kehoidupan masyarakat luas yang hampir seluruhnya petani. Dia mulai merasakan perbedaan mencolok antara kehgidupan yang dialami dirumah kadipaten itu dengan anak-anak desa lainnya. Perbedaan tersebut telah menggugah pikirannya yang sudah terisi dengan nilai-nilai mulia dari agama islam yang antara lain mengajarkan kuasa dan membayar zakat, dan betapa pentingnya memperhatikan serta mengasihi orang miskin.
Menyaksikan ketidak adilan itulah akhirnya menjadi ntujuan raden mas sahid mengembara ke berbagai daerah termasuk ke wilayah gunung Surowiti dan sekitarnya dengan demikian penjelasan ini di anggap lebih memberi nilai positif dari semua kisah raden mas sahid yang selama ini banyak beredar. Bahwa sangat tidak masuk akalkalau saat pengembaraanya itu raden mas sahid telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran islam seperti berjudi, merampok, minum-minuman keras, seperti yang selama ini dikonotasikan sebagai perilaku dalam kisah brandal loka jaya.

III. Sunan Kali Jaga Versus Gunung Surowiti
Mengetahui situasi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang kontras dengan situasi di kota tuban terutama perilaku p[ara penguasanya, raden mas sahid sering pergi berkelana ke daerah lain, Njajah projo milang kori.
Suatu ketika di desa nun jauh dari ibu kota tuban, raden mas sahid mengalami peristiwa sebagai berikut : 
Di suatu malam tersebutlah kisah ada seorang lelaki bernama suro astono yang berbadan kurus kering  dan bertelanjang dada sedang memikul hasil bumi untuk di jual ke pesar terdekat. Pak tua itu bersama anak gadisnya yang  menyertai perjalanan menyusuri jalan setapak di tengah hutan. Nama anak gadis itu Sri Wangi.
Setelah barang dagangannya habis terjual di pasar pak tua dan anak gadisnya istirahat sejenak dalam perjalanan kembali ke rumahnya. Begitu memasuki jalan setapak sepi dan sunyi yang menghembus di hutan yang tak jauh dari arah sebuah sendang yang bernama Seloringin (n akhirnya di sebut Selo dingin ). Di tempat itlah biasa menjadi daerah oprasi perampok yang banyak di kenal oleh masyarakat sekitarnya.
Tiba-tiba pak tua merasa terkejut mendengar suara derap kaki kuda dari kejauhan. Tidak lama preman para penunggang kuda itu adalah rombongan para perampok pondang kaloko. Kepala perampok segera memerintahkan pak tua berhenti dan menghadangnya. Tetapi setelah kepala perampok, namanya suro gento, melihat kecantikan Sri Wangi perhatiannya kemudian tertuju pada gadis itu karena suro gento yakin kalau merampok uang pak tua  tentu tidak seberapa. Oleh karena itu suro gento lalu ingin memperkosa sri wangi. Gadis cantik itu lalu di tarik paksa sambil menjerit-jerit ke sebuah gubuk dan dan di telantangkan di atas balai-balai. Kekuatan Sri Wangi yang meronta-ronta sekuat tenaga tidaklah sekuat tenaga anak buah suro gento yang juga ikut membantu memegangi kedua tangan dan kakinya.
Namun begitu keadaan hampir saja merenggut kegadisan Sri Wangi tiba-tiba muncullah seorang muda yang menunggang kuda dan memperingatkan para perampok untuk segera melepaskan gadis itu. Kedatangan pemuda itu tentu membuat suro gento menjadi sangat marah. Di samping telah mengganggu hasratnya juga di anggap telah melecehkan pamor sebagai perampok yang di takuti di daerah itu.
Kemudian terjadi perkelahian antara pemuda itu dengan rombongan perampok. Singkat cerita pemuda tersebut mampu memenangkan perkelahian karena dia memiliki ilmu bela diri yang tinggi dan memiliki banyak jesaktian.
Setelah suro gento dan anak buahnya dapat di kalahkan oleh pemuda yang hanya seorang diri maka Sri Wangi dan ayahnya di bebaskan. Bahkan para perampok itu barjanji untuk bertobat atas perbuatan buruknya selama ini. Oleh pemuda itu suro gento di sarankan menuju ke suatu tempat di atas bukit untuk menjalani masa pertaubatannya dan membangun pemukiman di atas bukit itu.
Al-kisah, karena orang pertama yang mematuhi saran pemuda sakti itu, suro gento dan suro astono maka pada akhirnya pemukiman baru di atsas bukit itu diberi nama Surowiti,yang bisa berarti” suro kang miwiti”. Hijrahnya suro dan kawan-kawan bertepatan dengan bulan muharram atau bulan suro dalam bulan jawa(tetapi perpindahan ini tidak tercatat tahun).
Demikian sri wangi dan keluarga diikuti beberapa orang yang selama ini tinggal di tengah hutan yang hanya mengandalkan kehidupan di sekeliling sendang selo ringin, pada akhirnya mengikuti jejak orang tuanya untuk pindah ke atas bukit tersebut.
Namun ada beberapa orang yang  tidak mematuhi saran pemuda tersebut dan di beri kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Ternyata mereka memilih menuju tempat di lereng bukit sebelah selatan oleh karena bertempat tinggal dilereng bukit selanjutnya perkampungan itupun di sebut nganting. Sekarang wil;ayah tersebut menjadi salah satu nama dusu di wilayah desa Surowiti yaitu dusu gampeng.
Kisah pak tua dan Sri Wangi tersebut akhirnya berkembang dan menggemparkan masyarakat di sekitarnya. Pada akhirnya membuka tabir rahasia siapa sebenarnya pemuda penyelamat itu yang tidak lain adalah seorang pengembara yang bernama Joko Secoh ( Raden Mas Sahid  kemudian dikenal sebnagai Sunan Kali Jaga ). Dikampung bukit itu ternyata joko secoh memperkenalkan untuk pertama kalinya ajaran agama islam.
Kedatangan joko Secoh disambut gembira dan disampaikan berita itu kekawasan pejabat kademangan yang letaknya sebelah utara lereng gunung Surowiti . bahkan seorang demang yang bernama Demang Jagur meminta Joko Secoh menginap dirumahnya selama beberapa hari.
Dirumah demang jagur itulah Joko Secoh ikut berpesan menjaga dan melindungi kampong baru diatas bukit yang bernama Surowiti tersebut. Dan pada akhirnya lokasi demang jagur itu menjadicikal bakal ibu kota kecamatan (kecamatan panceng sekarang).

IV.   Masa Kewalian
Raden Mas Sahid yang kemudian terkenal dengan sebutan Sunan Kali Jaga menjadi anggota wali songo angkatan IV tahun 1463. suanan kali jaga diangkat bersama Raden Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Paku (Sunan Giri), dan Raden Qosim (Sunan Drajat). Ke-empat orang tersebut berasal dari perguruan yang sama dan belajar dalam waktu yang hampir sama pula yaitu perguruan Ampel Denta pimpinan Sunan Ampel.
Tidak seperti Sunan Bonang atau sunan Giri, dalam mengembangkan agama Islam tidak  Sunan Kali Jaga tidak dengan cara membangun sebuah perguruan ditempat tinggalnya. Sunan Kali Jaga memilih cara dengan mengembara kesegala penjuru jawa tengah dan jawa timur bahkan sampai ke daerah cirebon seperti halnya di gunung Surowiti Sunan Kalijaga telah berhasil mendidik kader pengembang umat yang tangguh setelah dianggap lulus kemudian kader-kader itupun disebar kebanyak tempat misalnya ke wilayah serah (murid Sunan Kali Jaga dari Mahgribi) siwalan, sumurber, karanggeneng, sungai lebak, Dalegan dan Ujung Pangkah diantara murid Sunan Kalijaga yang terkenal dan masih dapat dilihat situs makamnya di Surowiti sampai sekarang adalah Empu Supo dan Raden Bagus Mataram secara khusus tentang keberadaan Surowiti hal ini perlu mendapat perhatian yang mendalam mengapa hal itu terjadi untuk membantu menjernihkan analisis tentang perkembangan Islam di Indonesia tidak terkecuali peranan wali songo seperti apa yang telah menjadi keyakinan tersendiri bahwa diSurowiti pernah dijadikan tempat siding para wali songo pada tahun 1404 diikuti sembilan wali kemudian tahun 1463 termasuk empat wali pengganti yang wafat dan kembali kembali kedaerah asalnya. pada tahun 1466 wali songo melakukan siding lagi membahas berbagai hal diantara perkara Syekh Siti Jenar meninggalnya dua orang wali yaitu maulana Muhammad Al Mahgribi dan Maulana Ahmad Jumadil Qubro. Sehingga munculnya sejarah Surowiti dimana Sunan Kali Jaga sebagai pemeran utamanya, bukanya sejarah baru bagi pengembangan Islam di pesisir Utara Jawa. Barang kali, justru karena pengembangan Agama Islam yang oleh sementara orang dianggap jitu dan terkesan misterius itulah maka sejarah Surowiti belum terkenal disbanding dengan daerah daerah siar wali yang lain. Sehubungan dengan setrategi siar tersebut, Sunan Kali Jaga lebih menempuh cara kompromi untuk meniadakan sikap apriori orang jawa yang masih terikat nkuat dengan agama Hindu, Budha, atau Animisme. Sunan Kali Jaga ingin membuat agar pemeluk agama lama itu mau mendekat dan bergaul dengan para wali dan setelah itu sedikit demi sedikit ajaran Islam disampaikan baik secara terbuka atau tertutup. Tertutup, misalnya seperti apa yang dilakukan diatas gunung Surowiti sehingga sampai sekarang tidak heran apa yang berhubungan dengan sejarah Surowiti dan apa saja yang dilakukan Sunan Kali Jaga disana masih menyimpan Misteri yang besar. Oleh karena itu, pada perkembanganya, sejarah Surowitipun banyak dipersepsikan secara berbeda Hal Ikhwal yang menonjol, misalnya, berkaitan dengan mitos harta benda/kekayaan selalu dihubungkan dengan keberadaan murid Sunan Kali Jaga yang bernama Raden Bagus Mataram. Sedangkan yang berhubungan dengan mitos kedudukan / pangkat derajat dalam pemerintahan dihubungkan dengan keberadaan Empu Supo adapun yang berkaitan dengan keilmuan dunia dan akhirat selalu bertumpu pada keberadaan Sunan Kali Jaga itu sendiri. Padahal ketiganya dijadikan konsep strategi oleh Sunan Kali Jaga dalam berdakwah, yang merupakan hasil inspirasi penyatuan jiwa raganya yang dilakukan disebuah Goa diatas bukit Surowiti, bernama Goa Langsih. Kita patut menyimak kembali bukti jitunya strategi yang dilakukan oleh Sunan Kali Jaga terutama yang berhungan dengan kekuasaan dibidang pemerintahan, yaitu dalam era pemerintahan Raden Fattah, setapak demi setapak Sunan Kali Jaga memerankan peranan yang sangat menonjol. Pada waktu demak menghadapi kesulitan menggempur maja pahit pimpinan Prabu Brawijaya VII, Sunan Kali Jaga Melemahkan Pasukan Musuh dengan cara Diplomasi. Empu Supo dan Adipati Terung, Raden Husain, dua pilar penting bagi maja pahit akhirnya dapat ditarik untuk bergabung dengan pasukan demak. Tidaklah sulit bagi Sunan Kali Jaga untuk menundukkan Adipati Terung karena dia memang seorang muslim saudara kandung sultan demak sendiri tapi tidak demikian halnya dengan Empu Supo tokoh yang satu ini disamping seorang pejabat penting majapahit, keyakinan hindunya amat kuat. Bahkan empu supolah yang ikut menentukan keberhasilan kediri pimpinan girindrawardana dalam menjatuhkan maja pahit pimpinan Prabu Brawijaya V.
Berkat kelihaian Sunan Kali Jaga maka akhhirnya Empu Supo menyeberang ke pihak Demak. Hal ini hanya dapat dilakukan karena cara pendekatan Sunan Kali Jaga dalam mengauasai seluk beluk agama Hindu. Sampai pada ahirnya Empu Supo dapat diyakinkan bahwa agama islam memang memiliki banyak kelebihan sehingga Empu Supo pun mengucapkan Syahadat. Untak mengukuhkan pertalian Sunan Kali Jaga dan Empu Supo maka sahabat dekatnya itu dinikahkan dengan adik kandungnya sediri, Dewi Roso wulan. Setelah dua pilar majapahit itu dapat di lumpuhkan secara diplomatic maka tidaklah sulit bagi Demak untuk mengalahkan Majapehit sehingga kerajaan Hindu terbesar dan terahir hilang selama-lamanya. Keberhasilan menjadi arsitek penakluk Majapahit membuat Sunan isegani Kali Jaga semakin dihargai kawan dan disegani lawan.
V.  Petilasan Sunan Kalijaga di Surowiti
Pengangkatan Sunan Kali Jaga menjadi wali sejajar dengan guru-gurunya sulit dipisahkan dengan sejarah keberadaan Desa Surowiti itu sendiri, karena di atas gunung itulah Sunan Kali Jaga melakukan serangkaian proses spiritual awal dibawah bimbingan sang guru, Sunan Bonang. Tidak berlebihan kiranya jika keberadaan Desa Surowiti bisa dikatakan tonggak sejarah kewalian Sunan Kali Jaga masa berikutnya.
Diantara tonggak sejarah itu adalah sebagai berikut:
1.      Tapa ditepi Telaga Gampeng, disebut Telaga Buntung, atau perintah Sunan Bonang untuk menjaga tongkat bambu (Pring Silir). Hal itu sebagai bukti ketundukkan dan keteguhan dalam menjaga amanah.
2.      Melakukan Tapa Ngluweng (dikubur hidup-hidup) di atas gunung Surowiti untuk menjalani olah spiritual atas bimbingan Sunan Banang : “Belajarlah kamu tentang mati selagi kamu masih hidup untuk mengetahui hidup kamu yang sesunguhnya. Bersepi dirilah kamu di hutan dan goa dalam batas waktu yang ditentukan”.
3.      Melakukan siding-sidang dengan anggota Walisongo lain untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting berkaitan dengan perkembangan islam pada waktu itu. Tempat siding yang sering digunakan adalah di salah satu ruangan Goa Langsih.
4.      Mengajarkan ilmu-ilmu agama islam kepada para muridnya dib alai-balai kecil, sekarang berdiri masjid Raden Syahid Surowiti.
5.      Menganjurkan puasa senin dan kamis kepada para muridnya di Surowiti, sampai sekarang dua hari yang dianjurkan itu menjadi lambang kebiasaan masyarakat Surowiti dan sekitarnya berziarah ke Makam Sunan Kali Jaga di Surowiti.
6.      Mengajarkan ilmu pertanian dengan membuat filosofi yang memanfaatkan alat-alat pertanian yang digunakan masyarakat. Tentang filsafat Pacul, misalnya, setelah petani membajak maka masih ada sisi-sisi tanah di sudut sawah yang belum terbajak. Artinya, bagaimanapun setelah cita-cita tercapai masih terdapat kekurangan-kekurangannya.
                              Peralatan pacul terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a.       paculnya sendiri, singkatan dari Ngipatake Kang Muncul, artinya dalam mengejar cita-cita tentu banyak godaan yang harus disingkirkan.
b.      Bawak, singkatan dari Obahing Awak, menggerakkan badan, artinya, semua godaan yang ada harus dihadapi dengan kerja keras.
c.       Doran, singkatan dari Dedongo ing Pangeran, berdo’a kepada Tuhan. Dalam upaya mengejar cita-cita tentu tidak cukup mengandalkan kerja fisik saja tetapi perlu disertai doa kepada Allah SWT.
         Keterangan di atas merupakan bagian dari apa yang disebut patilasan, Tapak Jejak dan Tapak Tilas dari laku spiritual Sunan Kali Jaga dalam pengembaraannya di daerah pesisir utara jawa yang berpusat di gunung Surowiti.
         Padahal masih ada satu sisi lagi yang mungkin menjadi puncak misteri, yaitu situs makam Sunan Kali Jaga di Surowiti. Benarkah……….???
pertanyaan inilah yang harus kita cari jawabannya diantara kita. Namun pada tulisan ini ijinkanlah kami berucap …………. Wallahu’alam Bishawab.
         Sebagai ang ontetik ditulis tangan Sunan Kali Jaga sendiri di atas kumpulan kertas dari bahan kulit hewan Cina, kitab itu setebal kitab Al-Qur’an besar yang sampai detik ini masih disimpan penulis.

VI.            Penutup
Gunung Surowiti merupakan tonggak sejarah (baru?) dalam peta perkembangan sejarah islam. Khususnya islam di tanah jawa. Membuka lembar sejarah Surowati sama dengan menggali khasanah lama yang berharga. Seiring denganpengalaman spiritual penulis dalam mempelajari ajaran Sunan Kali Jaga, banyak kearifan yang tersimpan dalam ajaran tersebut. Asal saja kita tidak mudah membid’ahkan, maka kita akan menemukan muutiara-mutiara spiritual di dalamnya. Tentu masih perlu kerja keras, arif dan hati-hati serta bantuan semua pihak untuk bias mengungkapkan dengan lebih benar sebuah misteri di atas misteri……Misteri Gunung Surowiti.


Surowiti, hari senin wage, 12 romadan 1428  H
24 september 2007 M
Penulis,
MUHAMMAD SONHAJI RIDLWAN
Pimpinan padepokan”ALAM TUNGGAL” GUNUNG SUROWITI
KECAMATAN PANCENG KABUPATEN GRESIK61156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar